Ada hal yang menarik saat
federasi sepak bola Asia, AFC, menjatuhkan hukuman tanpa penonton pada timnas
Indonesia kala menjamu China dan Irak dalam lanjutan babak kualifikasi Piala
Asia. Hukuman tersebut didapat Indonesia saat suporter tim Merah Putih
menyalakan kembang api di dalam stadion ketika pertandingan melawan Arab Saudi
masih berlangsung. Dari peristiwa itu, suporter kita seolah-olah tidak
mengetahui aturan yang berlaku dalam dunia sepak bola. Bukan hanya pada
suporter, AFC mungkin terheran-heran, apakah PSSI dan pihak keamanan tidak
mengetahui perihal dilarangnya penonton menyalakan kembang api di dalam
stadion? Walaupun sebenarnya imbauan itu telah disosialisasikan dan diterapkan
di peraturan Liga Indonesia, tetapi mengapa kejadian tak terdidik itu masih
saja terjadi?
Pertama, masih belum sadarnya suporter akan aturan menjadi pemicu lahirnya
sanksi laga tanpa penonton untuk timnas Indonesia. Andai saja penonton sadar
akan aturan yang sudah tidak asing tersebut, mungkin kita tidak akan mengalami
kerugian yang cukup besar ini. Disaat Boaz Solosa dkk. membutuhkan dukungan
masyarakat secara langsung untuk melanjutkan perjuangan agar dapat lolos ke
Piala Asia, perjuangan tim Garuda nanti mutlak harus bertanding dengan sebelas
pemain saja, tanpa ada tambahan motivasi dari pemain kedua belas mereka yang
selalu memerahkan stadion termegah di negeri ini.
Kedua, kurang ketatnya keamanan yang
diterapkan dalam setiap pertandingan sepak bola di negara kita. Terbukti sudah,
penonton selalu lolos membawa barang-barang yang seharusnya dilarang masuk ke
tribun stadion. Pihak keamanan selalu ada di setiap pintu masuk stadion yang
tugasnya untuk mengecek barang terlarang masuk. Tetapi entahlah, suporter kita
mungkin lebih cerdik karena terbukti dapat mengelabui pihak keamanan di setiap
pintu stadion.
Ketiga, adalah sesuatu yang sudah
menjadi tradisi hampir setiap suporter klub di Indonesia yang suka menyalakan
kembang api, mercon, petasan, bahkan penggunaan laser untuk merayakan
kemenangan dan mengganggu pemain tim lawan. Ulah nakal para oknum suporter ini
seharusnya dapat dihentikan oleh PSSI. Peranan PSSI dalam mendewasakan seluruh
elemen yang terkait di sepak bola sangat besar. Dapat kita nilai bersama,
langkah yang selalu diambil PSSI untuk menindak klub yang memiliki suporter
pelanggar. Adakah ketegasan sanksi atau hukuman yang dijatuhkan PSSI terhadap
klub dan suporter yang melanggar aturan? Masih belum. Ya, PSSI masih belum tegas
dan belum dapat memberikan efek jera terhadap peserta liga yang menyalahi
aturan yang sudah berlaku.
Selama ini sanksi atau hukuman yang
diberikan PSSI belum dapat membuat jera para oknum yang melanggar. Sebagai
contoh, komisi disiplin PSSI hanya menjatuhkan denda puluhan juta saja pada
setiap klub jika suporternya melanggar aturan seperti menyalakan mercon dan
kembang api di dalam stadion saat laga masih berlangsung. Denda seperti itu
jelas kurang berimbas dan kurang memberikan efek jera pada para pelaku. Jelas
tidak berpengaruh, karena yang melakukan pelanggaran adalah oknum suporter,
namun hukuman yang diberikan PSSI adalah berupa denda pada klub yang didukung
oleh suporternya. Apalagi dengan denda puluhan juta yang sebenarnya “tidak seberapa”
karena denda puluhan juta dapat tertutupi oleh penghasilan penjualan tiket
penonton. Bukankah kejadian itu karena penonton yang berulah? Lalu efek jera apa yang didapat penonton
jika PSSI hanya menjatuhkan denda pada klub? Hukuman tersebut jelas kurang
tepat, apalagi klub tidak pernah melibatkan suporter untuk membayar denda yang
diterima dari komisi disiplin.
Ketidak tegasan dan ketidak tepatan PSSI
dalam menjatuhkan hukuman pada suporter yang masih sering melanggar aturan
akhirnya menjadikan suatu kebiasaan. Suporter seakan tidak pernah berbuat
salah, sehingga mereka jarang tersentuh sanksi tegas dan akhirnya membawa
kebiasaan yang telah terbentuk di liga lokal ke pertandingan internasional.
Pada akhirnya hal ini merupakan tanggung jawab kita bersama untuk menjadikan
suporter kita menjadi lebih tertib. Terapkan toleransi pada waktu yang
semestinya, jangan selalu menganggap wajar suatu kesalahan dan diberi
toleransi. Bukankah kita sering terkejut pada saat tampil di penyelenggaraan internasional
pada aturan dan sanksi yang sebenarnya sudah baku? Ya, kejutan itu menyadarkan
kita bahwa aturan dan hukuman seharusnya dijalankan dengan benar, bukan harus
selalu dimaklumi dan ditoleransi sehingga tidak memberikan perubahan ke arah
yang lebih baik.
Penulis, Indra Santira
Tidak ada komentar:
Posting Komentar